MEDAN – Pemerintah mewajibkan rumah sakit mempunyai Bank Darah Rumah Sakit (BDRS) untuk terjaganya ketersediaan darah bagi masyarakat. Namun kenyataannya masih banyak rumah sakit di Medan yang belum mempunyai unit BDRS. Hal itu terungkap pada Pertemuan Konsolidasi Pelayanan Darah Rumah Sakit dan Puskesmas yang digelar Pemko Medan di Grand Ball Room Four Points Hotel Sheraton, Sabtu (20/5/2017).
Dari presentasi yang disampaikan Kadis Kesehatan Kota Medan drg Usma Polita Nasution ternyata baru 18 rumah sakit yang memiliki BDRS dari 71 rumah sakit yang terdata. Mereka adalah RSUP Haji Adam Malik, RSUD dr Pirngadi Medan, Columbia Asia, Mitra Medika, Methodist Susanna Wesley, Siloam Dirga Surya, USU, Stella Maris, Santa Elisabeth, Madani, Mitra Sejati, Imelda, Martha Friska Multatuli, Malahayati, Bina Kasih, Royal Prima, Bunda Thamrin dan Rumkit Tingkat II Putri Hijau. Untuk itu dia mengimbau agar rumah sakit yang belum punya segera menyiapkan BDRS.
“Dengan adanya PMI (Palang Merah Indonesia) sebagai Unit Transfusi Darah (UTD) sebenarnya mereka sudah siap dan BDRS diperlukan agar angka kematian ibu tidak menjadi masalah, maka setiap kabupaten/kota harus punya juga. Hanya saja regulasinya di Sumut kan belum. Masih di Medan saja. Jadi setiap rumah sakit wajib punya BDRS yang sesuai standar,” kata Usma.
Katanya lagi, yang menjadi permasalahan adalah belum semua rumah sakit mampu melakukannya. “Yang kita sangsikan nanti bagaimana rumah sakit yang belum mampu sebagai BDRS. Jadi harapan saya dari diskusi ini dan ada juga dari kementrian bisa mencari solusi. Misalnya rumah sakit itu berkolaborasi untuk membuat BDRS,” bebernya.
Begitupun sejauh ini pemenuhan kebutuhan darah sudah berjalan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. “Karena kesiapan darah yang sejauh ini diakomodir oleh UTD PMI Kota Medan sudah jauh lebih baik menggunakan alat-alat yang sudah canggih. Jadi harapannya lewat acara ini sudah tidak ada lagi masalah untuk pemenuhan kebutuhan darah,” katanya.
Masih adanya rumah sakit yang belum memiliki BDRS sangat disayangkan Staf Pelayanan Dasar Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr Yuyun Sri Wahyuningsih Sudarmono. Pasalnya, sesuai Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 83 Tahun 2014, dispensasi untuk pengadaan BDRS berakhir 2016 lalu. “Jadi harusnya sudah ditegur karena ini sudah menjadi kewajiban,” tegas dr Yuyun.
Ketua Perhimpunan Transfusi Darah Indonesia ini menambahkan, setiap rumah sakit yang punya BDRS juga harus punya perencanaan untuk kebutuhan darah. Perencanaan ini dilaporkan kepada UTD di wilayahnya, dalam hal ini dikoordinir PMI. Sesuai Permenkes RI, BDRS dan laboratorium di rumah sakit dilarang keras melakukan pemeriksaan uji saring infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (MLTD) ulang pada darah pendonor. (red)